Paperback Synopsis:
Before. Miles "Pudge" Halter's whole existence has been one big nonevent, and his obsession with famous last words has only made him crave the "Great Perhaps" (François Rabelais, poet) even more. Then he heads off to the sometimes crazy, possibly unstable, and anything-but-boring world of Culver Creek Boarding School, and his life becomes the opposite of safe. Because down the hall is Alaska Young. The gorgeous, clever, funny, sexy, self-destructive, screwed-up, and utterly fascinating Alaska Young, who is an event unto herself. She pulls Pudge into her world, launches him into the Great Perhaps, and steals his heart.
Before. Miles "Pudge" Halter's whole existence has been one big nonevent, and his obsession with famous last words has only made him crave the "Great Perhaps" (François Rabelais, poet) even more. Then he heads off to the sometimes crazy, possibly unstable, and anything-but-boring world of Culver Creek Boarding School, and his life becomes the opposite of safe. Because down the hall is Alaska Young. The gorgeous, clever, funny, sexy, self-destructive, screwed-up, and utterly fascinating Alaska Young, who is an event unto herself. She pulls Pudge into her world, launches him into the Great Perhaps, and steals his heart.
After. Nothing is ever the same.
"Looking for Alaska" bercerita tentang seorang remaja laki-lakinerd bernama Miles "Pudge" Halter yang suka banget membaca buku biografi orang-orang terkenal (or not so famous) dan menghapalkan kata-kata terakhir mereka sebelum meninggal. Salah satu favoritnya adalah kata-kata terakhir dari seorang penyair bernama François Rabelais yang berbunyi 'I go to seek a Great Perhaps'. Selama hidupnya, Pudge merasa belum menemukan sesuatu yang hebat dan fantastik. Maka, demi menemukangreat perhaps dalam hidupnya, suatu hari Pudge pun memutuskan untuk pindah ke sebuah boarding school bernama Culver Creek di Alabama, tempat yang sama di mana Ayahnya dulu pernah bersekolah. Di sana, ia pun bertemu dengan teman-teman yang akan mengubah hidupnya selamanya.
Sekilas, mungkin ringkasan cerita "Looking for Alaska" terdengar seperti novel-novel teenlit yang sering kita temui di berbagai toko buku. But, booooy, you're so wroooong! Lagi-lagi saya harus kasih standing applause seheboh-hebohnya pada John Green atas karakter-karakternya yang luar biasa di buku ini. Selain Pudge yang cukup nerd dan gawky, ada pula teman sekamar Pudge bernama Chip "Colonel" Martin yang, bisa dibilang, bertolak belakang dengan Pudge. Namun, hal tersebut justru yang membuat mereka seolah melengkapi satu sama lain. Ada pula Takumi, seorang murid asal Jepang yang sesekali mencuri spotlight sang tokoh utama karena kemampuan nge-rap-nya! And, last but not least, the gorgeus, attractive, smart, funny, sexy, bad-ass, and unforgettable Alaska Young. Interaksi yang terjadi di antara mereka terasa begitu nyata, membuat saya jadi pengin berteman dan ikut melakukan hal-hal seru bersama mereka!
John Green juga masih berhasil mengaduk-aduk emosi saya, dari senyam-senyum sampe mewek, dengan gayanya bercerita yang asyik, seru, dan begitu mengalir--sampai saya nggak sadar bahwa sudah membaca sekian halaman. Oh ya, buku ini juga memiliki banyak kata-kata keren yang relatable banget dengan kehidupan. Hebatnya, John Green lantas nggak terkesan menggurui. Saya bahkan memberi highlight pada beberapa bagian yang saya suka.
Menurut saya, "Looking for Alaska" merupakan buku yang ketika selesai dibaca, dapat menimbulkan senyum penuh haru - dan sedikit mewek - pada pembacanya. Ehm, well, at least that happened to me. Namun, di sisi lain, saya pribadi juga merasa lega dengan ending yang ditulis oleh John Green walaupun sejujurnya saya nggak merasa begitu penasaran dengan ending-nya. Saya bahkan sengaja membaca buku ini pelan-pelan karena nggak mau ceritanya berakhir dengan cepat. Dan ketika, mau nggak mau, saya sampai pada halaman terakhir, saya langsung merasa kayak kehilangan seorang teman. :( *sobs*
.....
"Looking for Alaska" bercerita tentang seorang remaja laki-lakinerd bernama Miles "Pudge" Halter yang suka banget membaca buku biografi orang-orang terkenal (or not so famous) dan menghapalkan kata-kata terakhir mereka sebelum meninggal. Salah satu favoritnya adalah kata-kata terakhir dari seorang penyair bernama François Rabelais yang berbunyi 'I go to seek a Great Perhaps'. Selama hidupnya, Pudge merasa belum menemukan sesuatu yang hebat dan fantastik. Maka, demi menemukangreat perhaps dalam hidupnya, suatu hari Pudge pun memutuskan untuk pindah ke sebuah boarding school bernama Culver Creek di Alabama, tempat yang sama di mana Ayahnya dulu pernah bersekolah. Di sana, ia pun bertemu dengan teman-teman yang akan mengubah hidupnya selamanya.
Sekilas, mungkin ringkasan cerita "Looking for Alaska" terdengar seperti novel-novel teenlit yang sering kita temui di berbagai toko buku. But, booooy, you're so wroooong! Lagi-lagi saya harus kasih standing applause seheboh-hebohnya pada John Green atas karakter-karakternya yang luar biasa di buku ini. Selain Pudge yang cukup nerd dan gawky, ada pula teman sekamar Pudge bernama Chip "Colonel" Martin yang, bisa dibilang, bertolak belakang dengan Pudge. Namun, hal tersebut justru yang membuat mereka seolah melengkapi satu sama lain. Ada pula Takumi, seorang murid asal Jepang yang sesekali mencuri spotlight sang tokoh utama karena kemampuan nge-rap-nya! And, last but not least, the gorgeus, attractive, smart, funny, sexy, bad-ass, and unforgettable Alaska Young. Interaksi yang terjadi di antara mereka terasa begitu nyata, membuat saya jadi pengin berteman dan ikut melakukan hal-hal seru bersama mereka!
John Green juga masih berhasil mengaduk-aduk emosi saya, dari senyam-senyum sampe mewek, dengan gayanya bercerita yang asyik, seru, dan begitu mengalir--sampai saya nggak sadar bahwa sudah membaca sekian halaman. Oh ya, buku ini juga memiliki banyak kata-kata keren yang relatable banget dengan kehidupan. Hebatnya, John Green lantas nggak terkesan menggurui. Saya bahkan memberi highlight pada beberapa bagian yang saya suka.
Menurut saya, "Looking for Alaska" merupakan buku yang ketika selesai dibaca, dapat menimbulkan senyum penuh haru - dan sedikit mewek - pada pembacanya. Ehm, well, at least that happened to me. Namun, di sisi lain, saya pribadi juga merasa lega dengan ending yang ditulis oleh John Green walaupun sejujurnya saya nggak merasa begitu penasaran dengan ending-nya. Saya bahkan sengaja membaca buku ini pelan-pelan karena nggak mau ceritanya berakhir dengan cepat. Dan ketika, mau nggak mau, saya sampai pada halaman terakhir, saya langsung merasa kayak kehilangan seorang teman. :( *sobs*
No comments:
Post a Comment